![]()
Infoberitanasionql.com-Jakarta — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menempatkan sektor agraria sebagai salah satu prioritas strategis nasional. Fokus ini meliputi peningkatan produktivitas lahan, reforma agraria, hingga penataan ruang yang lebih terpadu. Namun menurut Dr. (c) M. Sunandar Yuwono, SH., MH., atau yang akrab disapa Bang Sunan, langkah menjadikan agraria sebagai agenda nasional berpotensi memunculkan konflik lahan yang lebih kompleks apabila tidak ditangani dengan pendekatan hukum dan sosial yang kuat.
Bang Sunan menilai bahwa sejumlah kebijakan pembangunan, meskipun bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi, dapat berbenturan dengan hak masyarakat adat, petani kecil, dan komunitas lokal yang selama ini bergantung pada tanah sebagai ruang hidup.
Agraria Sebagai Prioritas: Peluang dan Ancaman
Menurut Bang Sunan, perhatian besar pemerintah terhadap agraria merupakan momentum untuk memperbaiki banyak persoalan lama, seperti sertifikasi tanah, redistribusi lahan, dan penertiban kawasan. Namun, semakin besarnya intervensi negara dan swasta terhadap ruang dapat menjadi sumber konflik baru.
“Ketika agraria menjadi prioritas nasional, intensitas penggunaan lahan otomatis meningkat. Jika tata kelola tidak transparan, konflik lahan sangat mungkin makin meluas,” ujar Bang Sunan.
Ia menegaskan bahwa politik ruang di Indonesia sering kali dipengaruhi oleh kepentingan investasi, sehingga ruang hidup masyarakat lokal dapat terpinggirkan.
Peta Konflik Agraria: Dari Desa hingga Kawasan Industri
Bang Sunan menyoroti bahwa konflik agraria tidak hanya terjadi di wilayah pedesaan. Banyak konflik muncul di kawasan industri, proyek infrastruktur strategis, kawasan hutan negara, lokasi food estate, hingga wilayah pesisir dan pulau kecil.
Konflik ini sering dipicu oleh tumpang tindih perizinan, lemahnya penegakan hukum, dan ketiadaan partisipasi masyarakat dalam proses penetapan tata ruang.
“Politik ruang kita masih memihak modal. Tanpa reformasi tata kelola, masyarakat kecil akan selalu berada di posisi lemah,” tegasnya.
Evaluasi Kebijakan Prabowo: Tantangan Penataan Ruang
Sebagai pengamat hukum publik, Bang Sunan menilai bahwa pemerintah Prabowo perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan tata ruang, terutama dalam konteks proyek nasional berskala besar.
Ada empat tantangan utama yang ia identifikasi:
1. Transparansi Perizinan: Banyak izin perkebunan, tambang, dan industri yang tumpang tindih dengan lahan warga. Digitalisasi perizinan menjadi kebutuhan mendesak.
2. Penyelesaian Konflik Agraria: Bang Sunan menilai lembaga penyelesaian konflik harus diperkuat, dengan pendekatan non-represif dan mengutamakan keadilan restoratif.
3. Pengakuan Wilayah Adat: Tanpa perlindungan tegas terhadap wilayah adat, proyek pembangunan akan terus menimbulkan sengketa.
4. Pengawasan Politik Ruang: Ia menegaskan bahwa perubahan tata ruang tidak boleh didorong oleh investor semata, tetapi harus melibatkan akademisi, masyarakat, dan lembaga adat.
Memperkuat Hukum untuk Mencegah Konflik
Bang Sunan menekankan perlunya pembaruan regulasi agraria serta harmonisasi peraturan sektoral agar tidak terjadi lagi tumpang tindih antara kehutanan, pertambangan, perkebunan, dan pertanian.
“Konflik agraria hanya bisa dicegah jika hukum berdiri di atas kepentingan rakyat, bukan kepentingan proyek,” ujar Bang Sunan.
Harapan untuk Masa Depan
Bang Sunan optimistis bahwa pemerintahan Prabowo dapat mengurangi potensi konflik agraria apabila berani mengambil langkah berani dalam reformasi hukum dan politik ruang.
“Jika agraria benar-benar menjadi prioritas nasional, maka harus ada jaminan keadilan ruang. Negara hadir bukan untuk memperbesar konflik, tetapi untuk melindungi rakyat,” pungkasnya.


