7.1 C
New York
Kamis, November 27, 2025

Buy now

spot_img

Ketika Jaksa Mengabaikan Restorative Justice: Nasib Buruh Tani di Ujung Palu

Infoberitanasional.com-Bengkulu kamis 27 November 2025 Tepat pukul 12.00 siang hari ini, ruang sidang Pengadilan Negeri Rejang Lebong berubah muram. Suasana yang semula biasa saja mendadak tegang ketika Jaksa Penuntut Umum membuka berkas tuntutan. Di barisan terdakwa, Risan Toyo, buruh tani miskin yang sehari-hari hidup dari upah harian seadanya, langsung limbung ketika mendengar kalimat yang seakan memotong nafasnya: tuntutan 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp25 juta.

Padahal perkara yang dihadapinya—berdasarkan keterangan para saksi—hanya berupa senggolan tanpa niat, tanpa luka serius, tanpa motif jahat. Namun tuntutan jaksa meluncur bak roket tanpa rem, meninggalkan jejak kejanggalan yang sulit diabaikan.

Dari Tidak Ditahan ke Ditahan: Kejanggalan Dimulai Sejak Tahap II

Kisah Risan sebelum sampai ke ruang sidang sebenarnya biasa saja. Selama penyidikan di kepolisian, ia tidak pernah ditahan. Ia memenuhi panggilan, memberi keterangan, lalu kembali ke ladang untuk mencari nafkah.

Namun saat berkasnya memasuki tahap II pelimpahan ke kejaksaan, keadaan berubah drastis: Risan langsung ditahan, tanpa alasan urgensi penahanan yang jelas. Hanya dalam seminggu, berkas perkaranya sudah terdorong ke pengadilan dan langsung mendapat jadwal sidang cepat.

Seorang pegawai pengadilan yang tidak ingin namanya dipublikasikan menggambarkan situasi itu dengan kalimat pendek:

“Cepat sekali. Tidak seperti biasanya.”

Pernyataan Rustam Efendi, S.H.: “Ada Aroma Kriminalisasi Terhadap Rakyat Kecil”

Usai sidang hari ini, Rustam Efendi, S.H., kuasa hukum Risan Toyo, memberikan pernyataan resmi yang menohok. Nada suaranya tegas, terukur, tapi penuh kritik.

“Ada aroma kriminalisasi terhadap rakyat kecil,” ujar Rustam.

“Perkara ringan, tanpa niat, tiba-tiba dituntut 2 tahun 6 bulan. Ini bukan hanya tidak wajar—ini menyalahi rasa keadilan.”

Rustam menilai, penahanan mendadak di kejaksaan dan percepatan pelimpahan ke pengadilan adalah tanda bahwa ada sesuatu yang tidak proporsional dalam penanganan perkara ini.

Lebih jauh, Rustam menyebut tidak adanya penerapan Restorative Justice sebagai bentuk pengabaian serius terhadap kebijakan nasional Kejaksaan Agung.

“Kebijakan RJ itu bukan slogan. Itu mandat institusi. Tapi dalam kasus ini, JPU Rejang Lebong mengabaikannya,” tegasnya.

“Tidak ada mediasi. Tidak ada upaya damai. Tidak ada pemeriksaan ulang terhadap urgensi perkara. Langsung ditahan, langsung dituntut tinggi.”

Air Mata Buruh Tani dan Tajamnya Hukum ke Bawah

Risan Toyo dikenal di kampungnya sebagai pekerja keras. Ia tidak memiliki catatan kriminal, tidak punya konflik dengan warga, dan hidup pas-pasan. Karena itu, kabar bahwa ia ditahan—dan kini dituntut tinggi—mengejutkan banyak orang.

Tangis yang pecah di ruang sidang siang tadi adalah cerminan ketakutan seorang buruh miskin yang merasa dihantam sistem hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

Semua pihak kini menunggu putusan hakim dalam sidang berikutnya. Di Rejang Lebong, kisah sederhana tentang sebuah senggolan tiba-tiba menjadi potret gelap penegakan hukum yang melenceng dari nurani

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles